Wae Rebo: Konservasi yang Mendapatkan Pengakuan Dunia

Oleh: Robin Hartanto | Senin, 6 Maret 2017

Yori Antar, arsitek prinsipal Han Awal Partners dan pendiri Rumah Asuh, menggagas proyek konservasi desa Wae Rebo setelah melakukan perjalanan arsitektural ke pulau Flores dan menemukan desa tersebut tahun 2008. Pada fase konservasi pertama dimulai, yaitu tahun 2009, dan fase konservasi kedua, tahun 2009-2010, Rumah Asuh bersama warga Wae Rebo memutuskan untuk memugar dulu dua rumah yang sudah ada. Pada 2011, tiga rumah dibangun untuk mengembalikan desa Wae Rebo dengan tujuh rumahnya. Proses pembangunan dikerjakan melalui gotong-royong warga.

Pada tahun 2012, Mbaru Niang, sebutan setempat untuk rumah kerucut desa Wae Rebo, mendapatkan penghargaan Unesco Asia Pacific Awards for Cultural Heritage Conservation. Penghargaan tersebut diberikan pada upaya pelestarian warisan budaya berupa bangunan yang berumur lebih dari lima puluh tahun di kawasan Asia Pasifik. Mbaru Niang mendapatkan Award of Excellence, yang merupakan penghargaan tertinggi. Selain itu, Mbaru Niang juga masuk nominasi 20 besar penghargaan Aga Khan Award for Architecture tahun 2013.

Konservasi Wae Rebo mendapatkan pengakuan sebagai sebuah model baru dari konservasi arsitektur. Konservasi ini juga transfer ilmu membangun dari generasi ke generasi. Rumah Asuh juga mengirim mahasiswa dari berbagai universitas di Indonesia untuk merekam proses pembangunan Mbaru Niang. Berbagai rekaman konservasi Wae Rebo dipublikasikan dalam bentuk buku, video, pameran, hingga artikel-artikel yang tersebar di berbagai media.

Arsip Wae Rebo ini merupakan koleksi milik Rumah Asuh. Koleksi arsip Rumah Asuh Wae Rebo terdiri dari foto-foto proses dan detail pembangunan, kebudayaan, dan masyarakat Wae Rebo, dan sketsa-sketsa rencana konservasi.