Taman Makam Pahlawan Kalibata: Merawat Ingatan, Melintas Batas

Oleh: Rifandi S. Nugroho | Sabtu, 3 November 2018

Taman Makam Pahlawan (TMP) di Ibukota DKI Jakarta semula terletak di wilayah Ancol, Jakarta Utara. Pada dekade 1950-an, kawasan Ancol masih sangat sepi dan belum berkembang, wilayahnya dipenuhi rawa-rawa dan hutan belukar. Atas pertimbangan rencana perkembangan kota, TMP Ancol kemudian dipindahkan ke lahan baru seluas lima hektar di selatan Jakarta, di tepi Jalan Raya Kalibata. Rumah peristirahatan terakhir pahlawan nasional Indonesia yang baru itu adalah buah karya kolaborasi antara arsitek Indonesia dan kontraktor Belanda, dengan bantuan Tentara Nasional Indonesia dalam pelaksanaannya.

Taman Makam Pahlawan Kalibata mulai dibangun tahun 1953 kemudian diresmikan pada peringatan hari pahlawan 10 November 1954. Pada proyek itu yang berperan sebagai perancang adalah Friedrich Silaban, sedangkan kontraktornya Algemeen Ingenieurs- en Architecten Bureau (General Engineering and Architectural Bureau, atau AIA) bekerja sama dengan Dinas Bangunan Tentara Sub Direktorium. Kerja sama antara perusahaan Indonesia dan Belanda dalam praktiknya masih terus terjalin di awal kemerdekaan, hingga Sukarno mengeluarkan kebijakan nasionalisasi perusahaan asing pada tahun 1957. Pertukaran tenaga ahli semacam itu terus dilakukan guna mengisi kebutuhan pembangunan saat itu.

F. Silaban, pada dekade 1950-an, meskipun belum mendapatkan proyek monumental, dirinya telah merancang banyak bangunan penting di Jakarta dan Bogor, termasuk rencana TMP Ancol tahun 1951 yang tidak terbangun. Sedangkan AIA adalah biro konsultan rancang bangun (design and build) yang telah berpraktik di Indonesia sejak tahun 1916, yang didirikan oleh tiga insinyur bangunan F. J. L. Ghijsels, Hein von Essen dan F. Stlitz. Beberapa karya penting AIA pada era kolonial antara lain Stasiun Beos, Kantor KPM Jakarta, dan Hotel Des Indes. Karena AIA sering bermitra dengan arsitek Indonesia, kursi kepemimpinannya pun diserahkan kepada dua insinyur Indonesia Ir. Tan dan Ir. Soetono pasca kemerdekaan.

Rancangan F. Silaban untuk TMP Kalibata sebetulnya tidak jauh berbeda dari yang ia buat sebelumnya untuk TMP Ancol di tahun 1951. Tiga elemen utama yang dominan pada proyek tersebut yakni gapura, koridor pengarah, dan bangunan beratap perisai. Sepasang gapura tanpa atap dengan proporsi sederhana kepala-badan-kaki menghadap ke arah Jalan Raya Kalibata, menyambut pengunjung yang masuk ke dalam kompleks pemakaman. Di balik gapura, menempel sebuah bangunan beratap perisai. Sebuah koridor menempel di samping bangunan itu, menjadi pengarah pada sebuah bangunan beratap perisai lain di bagian ujungnya. 

Pendekatan arsitektural yang ada pada TMP Kalibata ini tergolong sederhana, menggunakan skala, proporsi, dan sekuensial yang disusun dengan tertib. Penyusunan skala dan proporsi nampak jelas pada pengaturan tinggi tiap elemen bangunan. Misalnya, bangunan beratap perisai pada bagian depan, dibuat dua kali tinggi koridor di sampingnya. Sedangkan bangunan lain di belakang, dibuat lebih rendah dari bangunan yang depan untuk menjaga aksentuasi keseluruhan massa bangunan. Skenario sekuensial juga dapat dibaca dengan mengamati foto dari sisi dalam kompleks TMP Kalibata. Tepat di samping koridor, sebuah kolam yang luas pada lansekap melengkapi pengalaman visual dari dalam koridor, dibingkai oleh barisan kolom-kolom di sepanjang koridor.     

Pada arsip Gerbang Taman Makam Pahlawan Kalibata, kita dapat melihat koleksi foto-foto proses pembangunan rancangan F. Silaban yang dilaksanakan oleh AIA. Arsip ini dapat menjadi pengantar penelusuran lebih jauh mengenai adanya pertukaran ekonomi, keahlian, dan pengetahuan antara insinyur Indonesia dan Belanda dalam praktik rancang bangun di awal kemerdekaan.