Gedung Pola: Etalase Orde Lama Sarat Makna

Oleh: Setiadi Sopandi | Jumat, 21 April 2017

Gedung ini adalah salah satu gedung paling kontroversial di masa Demokrasi Terpimpin. Gedung ini terletak pada persil rumah tempat Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia dibacakan. Pembangunan gedung ini mengambil tidak hanya persil Pegangsaan Timur tempat berdirinya rumah milik Soekarno tapi juga membebaskan beberapa rumah lain di samping kiri dan kanan.

Gedung Pola Rencana Pembangunan Semesta dimaksudkan sebagai sebuah museum atau galeri yang mempertontonkan rencana-rencana fisik besar yang digagas oleh Pemerintah Republik Indonesia. Proyek-proyek yang ditampilkan biasanya adalah infrastruktur dan gedung-gedung. Gedung ini dirancang oleh Friedrich Silaban (1912-1984) sebagai sebuah gedung dengan naungan atap besar yang ditopang oleh kolom-kolom pipih dan bersalutkan dinding yang tidak pejal/ masif, sehingga mengekspresikan ‘terbuka’ dan ‘tropis’ tanpa kehilangan kualitas monumentalnya.

Tidak diketahui alasan persis kenapa Soekarno menetapkan untuk membangun sebuah gedung pameran di atas situs bersejarah ini. Saat ini, persil Gedung Pola tidak lagi utuh, melainkan terbagi dua menjadi Monumen Proklamasi di depan dan Gedung Pola sendiri di belakang. Pada persil Monumen Proklamasi – yang dimiliki oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta – terdapat beberapa monumen yang merujuk pada peristiwa Proklamasi 17 Agustus 1946. Tugu Proklamasi merupakan sebuah obelisk yang kemungkinan merupakan peninggalan peringatan 1 tahun Kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1946, sementara Tugu Petir merupakan titik yang menandakan posisi persis Soekarno ketika membacakan teks Proklamasi. Tugu ini kemungkinan dibuat bersamaan dengan pencanangan pembangunan Gedung Pola pada tahun 1961. Monumen Proklamator sendiri dibuat belakangan pada akhir dekade 1980. Gedung Pola pada era Orde Baru (1966-1998) telah terputus hubungannya dengan persil Monumen Proklamasi dan akhirnya memiliki akses utama justru dari belakang gedung.

Pada arsip, kita dapat menemukan usulan-usulan (varian-varian) bentukan arsitektur rancangan Silaban yang dimaksudkan sebagai monumen untuk memperingati posisi titik pembacaaan teks Proklamasi 17 Agustus 1945. Dari sekian banyak usulan kreatif, akhirnya pilihan rancangan jatuh pada sebuah tugu sederhana dengan tanda petir di atasnya. Tugu ini akhirnya juga berfungsi sebagai tiang bendera.