Arsitektur Gelora Bung Karno

Oleh: Rifandi S. Nugroho | Minggu, 5 Agustus 2018

Sebagai bagian dari aktualisasi visi nasional dan internasional Indonesia yang digagas oleh Soekarno, Gelora Bung Karno – yang di masa awal disebut dengan Kompleks Asian Games – memiliki skala yang superlatif. Luas total kompleks olahraga terpadu itu adalah 279 hektar (kini tinggal 136 hektar), sekitar hampir tiga kali luas Lapangan Merdeka tempat Monumen Nasional berdiri. Pada lahan yang luas itu, dibangun delapan jenis fasilitas utama olahraga beserta beberapa fasilitas penunjang lainnya.

Sarana dan prasarana itu antara lain Stadion Utama dengan kapasitas 100 ribu orang, Istana Olahraga untuk 10 ribu orang, Stadion Renang berkapasitas 8 ribu orang, Stadion Madya atau lapangan hoki dan atletik terbuka untuk 15 ribu orang, Stadion Tenis Utama berkapasitas 5 ribu orang, 3 lapangan tenis terbuka, Stadion Basket, dan lapangan latihan terbuka. Di samping itu, turut dibangun Stasiun Radio dan Televisi, tempat-tempat penjualan karcis, asrama wanita, perkampungan atlet internasional, dan area parkir.

Stadion Utama Gelora Bung Karno merupakan titik pertemuan dari delapan poros utama yang menghubungkan berbagai stadion dan sarana pendukung lain yang berada di kompleks Gelora Bung Karno. Sejak awal Stadion Utama telah diproyeksikan untuk memuat lebih dari 100 ribu penonton di bawah naungan atap. Untuk itu, bangku penonton dibuat menggunakan dipan kayu jati, jenis kayu yang amat baik, hingga mampu menampung 102 ribu orang pada akhirnya. Selain itu, untuk menjadikannya berbeda dari stadion lain di dunia, konstruksi atap bangunan Stadion Utama menggunakan sistem temu-gelang: bidang atap selebar 65 meter memutar hingga bertemu satu sama lain membentuk lingkaran raksasa serupa gelang.  

Di sisi tenggara Stadion Utama, terdapat sebuah bangunan stadion yang dinaungi atap pelat lipat berstruktur baja, ditopang oleh sepasang balok kembar yang terbuat dari beton bertulang. Tampilan eksterior bangunan didominasi oleh barisan kolom beton ramping yang menyangga kedua balok kembar tersebut. Rangka tersebut juga menopang tribun penonton dan lantai beton di atasnya. Bangunan itu adalah Istana Olahraga, sebuah bangunan aula tertutup yang fungsi utamanya untuk pertandingan bulutangkis pada perhelatan Asian Games IV Jakarta 1962.

Stadion Renang terletak di sisi timur laut dari Stadion Utama. Tampilan luar bangunan ini didominasi oleh dua tribun yang saling berhadapan di bagian dalam. Masing-masing tribun ditopang oleh dua barisan kolom, dengan kolom terluar yang menjorok ke atas tribun untuk menopang struktur atap beton. Di antara kedua tribun tersebut, terdapat area kolam renang untuk pertandingan terbuka, kolam lompat indah, kolam renang latihan, dan area kering. Kolam untuk pertandingan utama didampingi dengan papan skor dan sebuah menara lompat indah.

Stadion Madya juga terdiri dari area lapangan bermain terbuka yang diapit oleh dua tribun. Namun, berbeda dari Stadion Renang, pada Stadion Madya terdapat tribun utama, yang kapasitasnya lebih besar serta memiliki peneduh yang tidak seberapa lebar, dan tribun sekunder yang ukurannya lebih kecil dan tanpa peneduh. Stadion yang terletak di sisi barat daya dari Stadion Utama tersebut menampung banyak pertandingan atletik dan berbagai cabang olahraga lain di luar ruang.

Di seberang selatan Stadion Madya terdapat empat lapangan tenis: satu berupa stadion terbuka, dan tiga lainnya berupa lapangan latihan terbuka tanpa tribun. Pada stadion terbuka, dua lapangan tenis yang bersandingan dikelilingi oleh empat tribun sama panjang di keempat sisi sehingga, jika dilihat dari atas, denah stadion tersebut tampak seperti bujur sangkar. Sama seperti stadion lain yang merupakan rancangan tim Uni Soviet, ekspresi struktural dari tribun tampak dominan. Barisan kolom dengan jarak yang sama mengelilingi tribun, selain untuk menanggung beban tribun, juga untuk menopang atap datar yang terbuat dari beton. Di sisi timur dan barat stadion, terdapat dua pasang menara yang berfungsi menopang lampu stadion.

Meskipun Stadion Basket dibangun bersamaan dengan fasilitas Gelora Bung Karno lainnya pada 1962, namun bangunan ini tidak terdapat dalam daftar kesepakatan kerja dengan tim desainer dan teknik dari Uni Soviet. Untuk melengkapi keseluruhan fasilitas, perencanaan bangunan tersebut diserahkan kepada salah satu arsitek Indonesia, Zhong Wastu Pragantha. Desain Stadion Basket secara keseluruhan cukup sederhana. Lapangan semi terbuka ini ditempatkan lebih rendah daripada ketinggian akses masuk dan dikelilingi oleh koridor-koridor utama yang mengarah ke kedua tribun. Atapnya merupakan struktur sederhana dari konstruksi baja berbentuk “W”. Struktur ini ditopang oleh kolom-kolom beton yang ramping.

Terakhir, dan yang tak kalah penting dalam menjadikan Gelora Bung Karno sebagai suatu kawasan terpadu, adalah Perkampungan Internasional, yang merupakan tempat tinggal para atlet dan delegasi dari 22 negara yang berpartisipasi di Asian Games IV. Area Perkampungan Internasional berada di sisi barat daya dari Stadion Utama, dengan jarak 5 menit jalan kaki menuju fasilitas olahraga di Gelora Bung Karno. Perkampungan atlet tersebut dilengkapi dengan fasilitas kesehatan, pusat perbelanjaan, dan area parkir.

Stadion Utama, Istana Olahraga, Stadion Renang, Stadion Madya, dan Stadion Tenis Utama dirancang oleh tim perancang dari Uni Soviet. Selain itu, mereka juga mengatur keserasian tata kawasan. Meskipun Uni Soviet memiliki peran yang amat signifikan dalam perancangan Gelora Bung Karno, keputusan-keputusan desain pada berbagai fasilitas di Gelora Bung Karno tetap berada di tangan Soekarno. Berbagai usulan desain dari biro tersebut kerap dikonsultasikan kepada Soekarno sebelum kemudian dikembalikan ke pihak Uni Soviet. Soekarno juga membuat Biro Urusan Lapangan dan Bangunan di bawah Dewan Asian Games Indonesia untuk mengawal desain dan supervisi konstruksi Gelora Bung Karno. Ketua Seksi Perancang pada biro tersebut adalah arsitek Friedrich Silaban, satu dari sedikit arsitek Indonesia yang mendapat kepercayaan Sukarno untuk mengerjakan proyek-proyek berskala nasional di Indonesia.

Gelora Bung Karno memberi sumbangsih penting bagi kekayaan arsitektur di Indonesia. Pendekatan perancangan yang mengutamakan ekspresi konstruksi merupakan buah hasil kolaborasi dengan negara Uni Soviet, yang memang menjadi pusat tumbuhnya pendekatan konstruktivisme dalam membangun. Transfer teknologi dan pengetahuan membangun dari pakar Uni Soviet kepada para ahli dan teknisi Indonesia juga tak kalah penting, seperti misalnya teknologi beton pracetak, yang ketika itu masih baru. Di samping itu, berkat monumentalitasnya, Gelora Bung Karno pun akhirnya menjadi penanda kota yang baru.

Koleksi arsip Gelora Bung Karno ini menampilkan foto-foto pembangunan sarana olahraga Gelora Bung Karno sebelum Asian Games IV yang diambil dari berbagai laporan resmi komite penyelenggara Asian Games IV Jakarta 1962.